Selasa, 26 Juni 2012

SOSIAL TERHADAP PENGANGGURAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu prioritas dalam membangun perekonomian yang dikemukakan pemerintah Indonesia adalah penciptaan lapangan pekerjaan atau berkurangnya tingkat pengangguran. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang besar berpotensi tinggi dalam menghasilkan output nasional dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Data Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia memiliki trend yang terus meningkat. Kemudian, dari angkatan kerja di Indonesia yang mencapai sekitar 102,55 juta orang, 9,39 juta orang diantaranya tergolong pengangguran pada tahun 2008 (BPS, 2009). Hal ini menyebabkan potensi SDM yang ada dan potensi output yang dihasilkan terbuang sia-sia. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran dari tahun ke tahun (Tabel 1.1.). Pada tahun tahun 2007 dan 2008 saja tingkat pengangguran menurun dari tahun sebelumnya. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Indonesia Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Tingkat Pengangguran (%) 2004 5.13 10.14 2005 5.60 10.30 2006 5.50 10.40 2007 6.30 9.75 2008 6.10 8.39 Sumber ; BPS Ekonom Dorodjatun Kontjoro-Jakti memperkirakan bahwa, jumlah angkatan kerja sebanyak 2.5 juta yang muncul setiap tahun tidak akan terserap bahkan dalam jumlah separuhnya dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 3 persen (Pikiran Rakyat, 2003). Minimal pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen untuk menyerap angkatan kerja baru tersebut, menurut Djorodjatun. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum memperkirakan, setiap pertumbuhan PDB sebesar 1 persen dapat menambah jumlah pekerja sekitar 400.000 orang (Suara Karya,2006). Pada Tahun 2008, jumlah angkatan kerja baru sebanyak 1,54 juta orang (BPS,2008). Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen pada tahun 2008 seharusnya mampu menyerap angkatan kerja baru berdasarkan perhitungan Dorodjatun dan Choiril. Ternyata, jika asumsi Dorodjatun dan Choiril dianggap benar dan seluruh angkatan kerja baru pada tahun 2008 menjadi pekerja, tingkat pengangguran tahun 2008 hanya menurun kurang dari 1 persen dari tahun 2007. 1.2 Masalah Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Pengangguran Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya: • Definisi pengangguran menurut Sadono Sukirno Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya • Definisi pengangguran menurut Payman J. Simanjuntak Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan. 2.2 Keadaan Pengangguran Di Indonesia Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) memprediksi bahwa jumlahpengangguran tahun ini akan meningkat menjadi 11,833 juta orang. Angka tersebut belum termasuk eks tenagakerja Indonesia (TKI) yang kembali ke Tanah Air dari Malaysia dan pengangguran akibat bencana tsunami di Aceh. 2.3 Dampak Negatif Pengangguran bagi Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah atau negara dalam kurun waktu tertentu. Sudibyo menjelaskan, berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. jika di tahun 2010 jumlah penduduk 237,6 juta jiwa maka di tahun 2011 bertambah 3,5 juta maka sekarang ada 241 juta jiwa lebih,“katanya. Salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kemakmuran suatu masyarakat ataupun Negara adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat akan mencapai tingkat maksimum jika tingkat pennggunaan tenaga kerja penuh dapat diwujudkan. Namun, pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, sumber daya menjadi terbuang percuma, tidak hanya itu produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan, pembangunan ekonomi, dan menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Bermacam - macam pengangguran berdasarkan faktor – faktor yang menimbulkanya, dapat dibedakan sebagai berikut: a. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya . b. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam. c. Pengangguran Struktual Pengangguran struktual adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. Contohnya, struktur ekonomi Indonesia pada awalnya adalah cendrung ekenomi agraris yang menekankan pada sektor pertanian. Namun, secara perlahan Indonesia berubah menjadi negara industri. d. Pengangguran yang disengaja (Voluntary Unemployment) Pengangguran yang disengaja adalah pengangguran terjadi karena ada pekerjaan yang ditawarkan tetapi orang yang menganggur tidak mau menerima pekerjaan tersebut dengan upah yang berlaku. Untuk dapat mengatasi masalah kepadatan penduduk & penganguran, hal yang dapat dilakukan adalah: 1. Meningkatkan mobilitas modal dan tenaga kerja. 2. Memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang kelebihan tenaga kerja ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan tenaga kerja. 3. Memberikan informasi yang cepat jika ada lowongan pekerjaan disektor lain. 4. Melakukan pelatihan dibidang keterampilan lain,untuk memanfaatkan waktu hingga misum tertentu. 5. Mendirikan industri padat karya 6. Mengintensifkan program keluarga berencana 7. Membuka kesempatan bekerja ke luar negeri 8. Mendorong majunya pendidikan 9. Meningkatkan latihan kerja. 10. Mengadakan program transmigrasi 11. Memberikan kemudahan pada investor baru untuk mendirikan industri baru 2.4 Pengangguran Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Banyak yang menilai bahwa masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran. Setiap tahunnya 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Memang jika dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia, angka pengangguran di Indonesia masih relatif cukup tinggi. Pada Agustus 2010, angka pengannguran di Indonesia mencapai 7,14 %. Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan angka pengangguran di Malaysia sebesar 3,1 % atau angka pengangguran di Singapura yang mencapai 2,1 % pada September 2010. Pengangguran di Indonesia didominasi pengangguran didaerah perkotaan. Lebih dari 50% pengangguran ada di daerah perkotaan. Kenyataan ini sejalan dengan hasil survei pada bulan November 2010 yang menunjukan sekitar 31,1% responden di daerah perkotaan menyatakan kekhawatiran mereka terhadap ketersediaan lapangan kerja. Persentasi ini lebih banyak dibandingkan dengan 27,4% responden di daerah pedesaan yang mengkhawatirkan masalah yang sama. Penduduk dalam usia kerja disebut sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja terbagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Dumairy,1996). Angkatan kerja ialah tenaga kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni orang—orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang dependen). Angkatan kerja dibedakan ke dalam dua subkelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Penganggur ialah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan. Tingkat penganggur diukur sebagai suatu presentase dari angkatan kerja total yang tidak mempunyai pekerjaan terhadap seluruh angkatan kerja. 2.5 Tingkat Pengangguran di Indonesia Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang, bertambah 1,54 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2007 sebesar 109,94 juta orang atau bertambah 3,35 juta orang dibanding Februari 2007 sebesar 108,13 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 102,05 juta orang, bertambah 2,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 sebesar 99,93 juta orang, atau bertambah 4,47 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 97,58 juta orang. Jumlah penganggur pada Februari 2008 mengalami penurunan sebesar 584 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007 yaitu dari 10,01 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 9,43 juta orang pada Februari 2008, dan mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 10,55 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 8,46 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2007 yang besarnya 9,11 persen, demikian juga terhadap keadaan Februari 2007 yang besarnya 9,75 persen. Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2008, hampir di seluruh sektor mengalami peningkatan jumlah pekerja jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi berturut-turut yaitu: sektor jasa kemasyarakatan naik 1,82 juta orang serta sektor perdagangan naik 1,26 juta orang. Dari sisi gender, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang. BPS melakukan survei setiap Februari dan Agustus per tahun, dari hasil survei diketahui sumber pengangguran dari lulusan SMK sebesar 17,26 persen, lulusan SMA 14,31 persen, lulusan Universitas 12,59 persen, lulusan Diploma 11,21 persen, lulusan SMP 9,39 persen, lulusan SD dan tidak sekolah 35,24 persen. 2.6 Faktor Penyebab Pengangguran Pertama: Faktor Pribadi Dalam hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan oleh kemalasan, cacat/udzur dan rendahnya pendidikan dan ketrampilan. Penjelasannya sebagai berikut : 1. Faktor kemalasan Pengangguran yang berasal dari kemalasan individu sebenarnya sedikit. Namun, dalam sistem materialis dan politik sekularis, banyak yang mendorong masyarat menjadi malas, seperti sistem penggajian yang tidak layak atau maraknya perjudian. Banyak orang yang miskin menjadi malas bekerja karena berharap kaya mendadak dengan jalan menang judi atau undian. Mereka juga cenderung malas untuk mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan. 2. Faktor cacat /uzur Dalam sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu, tidak ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. 3. Faktor rendahnya pendidikan dan keterampilan Saat ini sekitar 44,63 persen tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Dampak dari rendahnya pendidikan ini adalah rendahnya keterampilan yang mereka miliki. Belum lagi sistem pendidikan Indonesia yang tidak fokus pada persoalan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia kerja. Pada akhirnya mereka menjadi pengangguran intelek. Kedua: faktor sistem sosial dan ekonomi Faktor ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran di Indonesia, di antaranya: a. Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan Tahun 2009 diperkiraan akan muncul pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta orang, sedangkan yang bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya di sektor informal atau menjadi pengangguran. b. Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat Banyak kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM kemarin telah menambah pengangguran sekitar 1 juta orang. Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan dan pengangguran. Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada. Salah satu kasus, misalnya, apa yang menimpa masyarakat Tani Baru di Kalimantan. Tuntutan masyarakat Desa Tani Baru terhadap PT VICO untuk menghentikan operasi seismiknya tidak mendapat tanggapan. Penghasilan tambak mereka turun hampir 95 persen akibat pencemaran yang ditimbulkan PT VICO. Tanah menjadi tidak subur, banyak lubang bekas pengeboran dan peledakan, serta mengeluarkan gas alam beracun. Akibatnya, rakyat di sana menjadi orang-orang miskin dan penganggguran. c. Pengembangan sektor ekonomi non-real Dalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor real. Pertumbuhan uang beredar yang jauh lebih cepat daripada sektor real ini mendorong inflasi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan dan PHK serta pengangguran. Inilah penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1997. Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan. d. Banyaknya tenaga kerja wanita Partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini mengakibatkan persaingan pencari kerja antara wanita dan laki-laki. Akan tetapi, dalam sistem kapitalis, untuk efesiensi biaya biasanya yang diutamakan adalah wanita karena mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk dalam masalah gaji. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak laki-laki. Dampak pengangguran terhadap perekonomian suatu negara. Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengangguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan dibawah ini : • Pengangguran dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya), oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah. • Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sektor pajak berkurang Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakatpun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang diharus diterima masyarakatpun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun. • Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu. Dampak pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan masyarakat. Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya : • Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian • Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan • Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik Pengangguran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Penganggur penuh/terbuka yaitu orang yang termasuk Angkatan Kerja tetapi tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan (open unemployment). 2. Setengah penganggur terpaksa (involuntary under-employment) adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu karena suatu sebab di luar kemauannya. Mereka tidak/belum berhasil memperoleh pekerjaan sekalipun mereka mencari dan bersedia menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat yang diharapkan. 3. Setengah penganggur sukarela (voluntary un-employment) adalah mereka yang memilih lebih baik menganggur dari pada menerima pekerjaan yang dirasa tidak sesuai dengan pendidikannya atau dengan upah yang lebih rendah dari tingkat yang diharapkan. 4. Orang yang bekerja kurang dari yang sebenarnya dapat dikerjakan dengan keterampilan /pendidikan yang dimilikinya (pengannguran terdidik). Menurut sebab terjadinya pengangguran dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Pengangguran konjunktural, yaitu jenis pengangguran yang disebabkan oleh adanya gelombang konjunktur: karena adanya kelesuan atau kemunduran kegiatan ekonomi nasional. Jika permintaan lesu dan barang tidak laku, produksi dikurangi(tidak akan ditambah) sehingga pemakaian factor produksi akan dikurangi yang berarti terjadi pengangguran. 2. Pengangguran struktural terjadi karena masalah dari segi penawaran: kalau masyarakat masih kekurangan perusahaan industry, kekurangan prasarana, kurang modal, kurang keahlian, dan sebagainya maka produksi tidak bias ditingkatkan dan banyak faktor produksi yang tidak terpakai. Misalnya pemakian transportasi bermesin menggeser angkutan becak. 3. Pengangguran musiman yaitu jenis pengangguran yang terjadi secara berkala karena pengaruh musim. Misalnya di sektor pertanian, pekerjaan paling padat adalah pada musim tanam dan musim panen, tetapi di masa selang antara musim tanam dan panen banyak terjadi pengangguran. 4. Pengangguran friksional atau transisional (peralihan) terjadi karena adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor/pekerjaan yang satu ke sektor/pekerjaan yang lain. Misalnya, terjadi perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industry atau keluar dari jenis pekerjaan yang satu tetapi belum mendapat pekerjaan baru. Suatu pernyataan yang bersumber dari PBB menyatakan bahwa suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduknya (Buchari Alma, 2003: 4). Jadi, jika negara kita berpenduduk 200 juta jiwa, maka wirausahawannya harus lebih kurang sebanyak 4 juta. Negara kita telah jauh tertinggal dalam kuantitas wirausahawan dibandingkan dengan Amerika (15%) dan negara satu regional, Malaysia yang sudah mencapai sekitar 6% (detikFinance, 15/4/2012). Wirausahawan Indonesia saat ini berjumlah masih sekitar 1%. Katakanlah jika kita hitung semua wirausahawan Indonesia mulai dari pedagang kecil sampai perusahaan besar ada sebanyak 3 juta, tentu bagia terbesarnya adalah kelompok kecil-kecil yang belum terjamin mutunya dan belum terjamin kelangsungan hidupnya. Terlebih, berdasarkan Berita Resmi Statistik yang dirilis Badan Pusat Statistik No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012, dalam laporan keadaan ketenagakerjaan bulan Februari 2012, tingkat pengangguran terbuka Indonesia adalah sebesar 6,32%. Ini tentu saja bukan jumlah yang sedikit. Angka statistik ini seakan tidak sesuai dengan realita kehidupan sosial kemasyarakatan yang ada. Kita melihat ternyata masih banyak warga miskin di sekitar kita yang entah apakah dia pengangguran atau bukan. Pertambahan penduduk dan angkatan terjadi di satu pihak dan laju serta arah investasi di lain pihak mempengaruhi masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja (Sumitro Djojohadikusumo, 1975: 33). Pertambahan angkatan kerja juga mempengaruhi, baik tingkat upah (dalam arti nyata) maupun aspek pembagian pendapatan masyarakat. Selain itu, pertambahan penduduk dan angkatan kerja serta tingkat fertilitas dari yang bersangkutan juga mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat dan investasi untuk perluasan dasar ekonomi. Angkatan kerja meliputi bagian penduduk yang termasuk golongan tingkat usia 10-64 tahun. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 120,4 juta orang, bertambah sekitar 3,0 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2011 sebesar 117,4 juta orang atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding Februari 2011 (Berita Resmi Statistik, BPS, No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012). Bayangkan, jumlah pencari kerja (angkatan kerja) di Indonesia menempati porsi hampir setengah dari jumlah penduduk. Oleh karena itu, sudah saatnya kita dituntut mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, melalui kewirausahaan. Kewirausahaan atau wirausaha menurut Joseph Schumpeter adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru; orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru maupun bisa pula dilakukan dalam organisasi bisnis yang sudah ada (Joseph Schumpeter dalam Buchari Alma, 2003: 21). Dipaparkan sebuah fakta bahwa keberhasilan pembangunan yang dicapai oleh negara Jepang ternyata disponsori oleh wirausahawan yang telah sejumlah 2% tingkat sedang, berwirausaha kecil sebanyak 20% dari jumlah penduduknya. Inilah kunci keberhasilan pembangunan negara Jepang. (Heidjrachman Ranu P). 2.6 Solusi Mengatasi Pengangguran • “Mereka berlarian mencari kerja. Mereka berkerumun di jalan bebas hambatan. Gerakan itu mengubah mereka; jalan bebas hambatan, tenda sepanjang jalan, rasa takut akan kelaparan dan kelaparan itu sendiri, mengubah mereka. Anak-anak tanpa makan malam telah mengubah mereka, gerakan tanpa henti mengubah mereka.” Tidak ada yang mempertanyakan saat John Steinbeck dalam The Grapes of Wrath menggambarkan pengangguran yang dapat membawa dampak serius pada keluarga dan individu (William A. McEachern, 2000: 124). • Kehilangan yang paling nyata adalah penerimaan yang rutin, tetapi mereka yang menganggur seringkali juga kehilangan rasa percaya diri. Lebih dari itu, pengangguran dikatikan dengan kenaikan tingkat kejahatan dan berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, bunuh diri, dan cacat mental. Namun demikian, banyak orang mengeluhkan pekerjaannya, mereka mengandalkan pekerjaan itu tidak hanya untuk pendapatan tetapi juga untuk identitas. Jika ada beberapa orang yang belum saling mengenal bertemu, pertanyaan “What do you do?” (yang arti harfiahnya adalah: apa pekerjaan Anda?) adalah biasanya yang muncul pertama kali. Hilangnya pekerjaan yang sudah lama dijalani biasanya mengakibatkan juga hilangnya identitas. • Sebagai tambahan atas biaya personal di atas, pengangguran juga merupakan biaya bagi perekonomian secara keseluruhan, karena barang dan jasa yang dapat diproduksi menjadi berkurang. Bila perekonomian tidak menghasilkan lapangan kerja yang cukup, maka jasa dari penganggur menjadi hilang untuk selamanya. Output yang hilang ini dan digabungkan dengan kerugian ekonomis dan psikologis bagi individu dan keluarganya menunjukkan biaya sebenarnya dari pengangguran. Seperti telah diuraikan di atas, ingatlah bahwa statistik pengangguran mencerminkan jutaan individu dengan cerita mereka sendiri-sendiri. Seperti dikatakan Presiden Harry Truman, “Jika tetangga Anda kehilangan pekerjaan, berarti itu adalah resesi; jika Anda kehilangan pekerjaan, itu berarti depresi.” Bagi beberapa orang, pengangguran adalah semacam istirahat singkat antar satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Bagi orang lain lagi, pengangguran dapat berpengaruh jangka panjang pada rasa percaya diri, stabilitas keluarga, dan pada kesejahteraan ekonomi. • Kesempatan kerja (employment) adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk angkatan kerja. Persoalan muncul karena pertumbuhan angkatan kerja yang cepat (karena laju pertambahan penduduk), yang kurang diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan (T. Gilarso, 2004: 207). Ini berakibat pada menjamurnya angka pengangguran. Mutu dan produktivitas tenaga kerja yang masih rendah berakibat tingkat penghasilan juga rendah. Masalah lain adalah penyebaran angkatan kerja yang tidak merata, baik sektoral maupun regional. Jumlah wanita yang mencari pekerjaan semakin banyak dan setengah pengangguran di sektor informal semakin meluas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pertumbuhan ekonomi memberikan peluang kesempatan kerja baru ataupun memberikan kesempatan industri untuk meningkatkan output yang berdampak pada peningkatan penggunaan factor produksi, salah satunya yaitu tenaga kerja, sehingga mengurangi jumlah pengangguran. 2. Krisis ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran dapat diterima. Sektor agrikultur dan sector informal di perkotaan diduga mampu menyerap angkatan kerja yang mendapat tekanan dari rasionalisasi pekerja akibat kontraksi perekonomian, khususnya di sector agrikultur. Saran 1. Pemerintah Indonesia dapat memprediksi dan mencapai tingkat pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai pada satu tahun tertentu sebesar 1 persen, maka dapat diprediksi akan berpengaruh pada menurunnya tingkat pengangguran sebesar 0,064703 persen. Jika pemerintah menargetkan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 1 persen, maka pemerintah harus mencapai pertumbuhan ekonomi sekitar 15,5 persen, asumsi ceteris paribus. 2. Penciptaan lapangan pekerjaan sebagai salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam membangun perekonomian adalah tepat dan pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaannya atau pencapaian prioritas tersebut. 3. Pemerintah perlu meningkatkan perhatian terhadap pendidikan masyarakat. Tingkat pendidikan pengangguran yang didominasi tamatan SMU ke bawah mengindikasikan sulitnya penyerapan angkatan kerja. Tindakan yang dapat dilakukan misalnya perbaikan layanan pendidikan, khususnya pendidikan formal, dan menurangi angka siswa putus sekolah. Referensi www.google.com http://www.scribd.com/doc/15891512/Makalah-Masalah-Pengangguran-Ekonomi http://www.bi.go.id/web/id/ Badan Pusat Statistik. Pertumbuhan Ekonomi. http://www.bps.go.id Badan Pusat Statistik. Tingkat Pengangguran. http://www.bps.go.id Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Handayani, T., dan Mangku. Kondisi Ekonomi: Kesengsaraan Rakyat Parah [Suara Karya Online]. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=135808 [16 Februari 2006] Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. Pengantar Makroekonomi Jilid 1. Edisi ke-10. Wasana, Kirbrandoko, dan Budijanto [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Pikiran Rakyat. Pertumbuhan Ekonomi Ditargetkan 5 persen [Pikiran Rakyat Cyber Media]. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0803/13/0602.htm [13 Agustus 2003] http://0sprey.wordpress.com/2012/06/04/kewirausahaan-dalam-perspektif-ilmu-ekonomi-sebagai-sebuah-solusi-mengatasi-pengangguran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar